May 13, 2013

Menggali Potensi Wisata Ziarah Di Pulau Bawean


Bawean pulau kecil-mungil yang mempesona, itulah pernyataan yang sering kita dengar dari setiap pendatang tatkala dimintai untuk berkomentar tentang potensi pulau Bawean. Jika dikaji statemen tersebut, memang beralasan untuk berkomentar seperti itu, harus diakui jika Pulau Bawean memiliki multi potensi, dan sangat layak untuk ditawarkan sebagai objek wisata. Ada anggapan jika Pulau Bawean ini adalah miniatur dari kawasan nusantara, dengan panorama yang indah berjejer pulau-pulau (ada 7 pulau tak berpenghuni dan 3 pulau berpenghuni), membentang tampak hijau canopy dari 99 gunung, khazanah berbagai kelebihan dari potensi permukaan alamnya, biodiversitas keanekaragaman hayati yang kompleks, dan potensi alamiah baharinya yang membentang luas sekelilingnya. Belum lagi homonitas peradaban manusia yang penuh ketentraman dan kedamaian, yang patut untuk ditiru sebagai bentuk kepribadian jati diri bangsa. Tatanan masyarakat yang masih menjunjung tinggi ikatan tali persaudaraan, tenggang rasa dan sikap toleransi masih kental kelihatan dalam pergaulan kemasyarakatan, yang merupakan roh dalam penegakkan tiang persatuan bangsa.


Berbicara tentang potensi wisata Pulau Bawean memang tidak akan pernah habis topik bahasannya, sebelum Bawean betul-betul menjadi Pulau Wisata, banyak destinasi wisata yang dapat diolah dan dikembangkan, terutama keunikan budayanya, apalagi jika mau mengkaji dan meneliti tentang historis-arkeologis peradaban tatanan kehidupan masyarakat Bawean, tentunya akan banyak multi tafsir, karena dibangun dengan kultur yang berbeda, yang mungkin ada korelasinya dengan adat istiadat yang dibiasakan oleh nenek moyang zaman dahulu yang notabenenya pendatang dan berbeda ras kesukuannnya. Dalam artikel ini penulis mencoba ingin menelusuri tradisi nenek moyang Bawean dalam melakukan ziarah ke makam-makam keramat walaupun lambat laun masyarakat sudah banyak yang meninggalkannya, tapi setidaknya pernah eksis dan lestarinya adat istiadat ziarah ini telah menyebabkan terpeliharanya keberadaan makam-makam keramat tertentu di Pulau Bawean. Maksud sumbangsih pemikiran dalam menggali potensi wisata ziarah di Pulau Bawean ini selain dokumentasi catatan singkat mengenai peran para waliullah dalam usaha penyebaran agama Islam di Pulau Bawean juga dapat membantu dalam melengkapi daftar inventarisasi destinasi wisata di Pulau Bawean, terutama dapat menjadi bahan pemikiran bagi warga Bawean dalam menata peninggalan historis-arkeologis dari keberadaan makam-makam yang dikeramatkan tersebut.

Seiring dengan perkembangan zaman, sebagian masyarakat Bawean memandang tradisi ziarah ke makam-makam keramat dengan pemahaman yang tidak utuh, telah terjadi pencampuradukan antara nilai budaya dan agama, padahal keduanya sangatlah berbeda dan harus dipisahkan. Kenyataanya telah terjadi pengikisan tradisi karena anggapan kultus budaya yang salah secara tinjauan agama, dan telah menyebabkan degradasi pemahaman budaya yang berdampak pada pola kehidupan masyarakat itu sendiri. Penyebab utama dari terkikisnya tardisi ziarah ini adalah anggapan bid’ah berwasilah/bertawassul ke tempat makam-makam yang dikeramatkan tersebut.

Esensi tradisi ziarah peninggalan leluhur yang mentradisi tentunya untuk memberikan arahan dan petunjuk tentang bagaimana menjalankan kehidupan di muka bumi ini yang benar secara agama, bukan mempropaganda nilai budaya menjadi agama atau sebaliknya. Hal ini harus dijadikan sebagai suatu amanah yang harus dijalankan bagi anak, cucu, dan semua keturunan. Falsafah Bawean tentang ‘ziarah kubur‘ sebagai bentuk penghormatan dan ketawaddukan’ atas jasa perjuangan, pengorbanan dan kesholehan dari ahli kubur. Bukankah makam-makam di Bawean yang dikeramatkan sudah diduga kuat sebagai waliullah karena kesholehan dan keteguahannya dalam berjihad menyebarkan agama Islam di Pulau Bawean. Berikut sedikit memberikan diskripsi penelusuran makam-makam di Pulau Bawean yang dikeramatkan dan ditradisikan untuk diziarahi :

1. Untuk wilayah Kecamatan Sangkapura

a. Maulana Umar Mas’ud 
Terletak di kompleks Masjid Jamik Sangkapura (sebelah barat Alun-alun Sangkapura), diduga sebagai tokoh penyiar Agama Islam di Pulau Bawean yang merupakan utusan dari kesultanan Sumenep Madura.

b. Pangeran Cokro Kusumo
Terletak di sebelah barat Pemakaman umum Naga Sari (ada di kawasan Desa Sungai Teluk), diduga sebagai penguasa Pulau Bawean semasa penjajahan Belanda dan gigih berjuang menyiarkan ajaran Islam semasa Pulau Bawean masih termasuk wilayah administratif Kadipaten Tuban.

c. Pangeran Purbo Negoro
Terletak di Lereng Selatan Bukit Malokok (Desa Gunungteguh), diduga kuat sebagai penguasa kerajaan Bawean yang konsisten memperjuangkan menyiarkan Agama Islam, beliau adalah utusan dari kesultanan Surakarta Jawa tengah.

d. Nyai Ageng Maloko
Terletak di Bukit Gunung Maloko (Desa Gunungteguh), diduga sebagai sosok saudara seibu dengan Sunan Bonang, yang menyebarkan ajaran Islam pada masyarakat Desa Gunungteguh dan sekitarnya.

e. Emba Asal
Terletak di pojok barat Dusun Sungaitirta (Desa Sungairrujing), seorang alim ulama’ tersohor yang menyiarkan agama Islam di Pulau Bawean, dan diduga sebagai guru kanoragan dari Pangeran Purbo Negoro yang datang dari Surakarta yang kemudian hidup menetap di Pulau Bawean.

f. Pangeran Pangolo
Terletak di Pemakaman Umum Desa Sungairrujing (perbatasan Dusun Sungaitirta dan Dusun Duku), diduga sebagai adik kandung dari Pangeran Purbo Negoro yang datang dari Surakarta untuk berguru kanoragan dan ngaji kepada Emba Asal di Pulau Bawean, yang kemudian menetap dan meninggal di Pulau Bawean.

g. Jujuk Tampo
Terletak di perbukitan Dusun Tampo (Desa Pudakitbarat), masyarakat Bawean meyakini sebagai makam Makdum Ibrahim yang tidak lain adalah Sunan Bonang, tapi ada juga yang menduga sebagai makam Laksamana Dampo Awang Chengho alias Muhammad Chengho bersama Istrinya.

h. Jujuk Campa
Terletak di pojok Desa Kumalasa, diduga kuat beliau adalah Putri Raja dari kerajaan Campa (dari Vietnam) yang kemudian mejadi istri dari Sunan Ampel, yang kemudian bernama Putri Condro Wulan, sebagai Ibunya para wali.

i. KH. Abdul Hamid
Terletak di kompleks pemakaman di Pondok Pesantren “Nurul Huda” Dusun Pancor (Desa Sidogedungbatu), beliau dianggap ulama kharismatik di Pulau Bawean yang cukup berperan semasa penjajahan Belanda, Jepang dan masa–masa kemerdekaan, sampai masa pemberontakan PKI, beliau juga pernah menjadi salah satu imam besar di Masjidil Haram Mekkah.

j. Jherat Lanjheng
Terletak di Pinggir Pantai Dusun Tajung Anyar (Desa Lebak), diduga makam Dora dan Sembada pengawal setia Aji Saka.

k. Makam Di Bukit Gunung Tingkih
Terletak di Bukit Gunung Tingkih Dusun Menara (Desa Gunungteguh), makam ini belum terkuak siapakah namanya, tapi dari orang-oarng pintar yang mencoba meneliti, menginformasikan jika makam tersebut adalah oarng yang tergolong ‘alim dan sholeh, yang akhir hidupnya menyepi dan meninggal di situ. Yang jelas tidak sedikit orang dari luar Bawean yang berziarah ke makam ini.

l. Makam Di Pulau Selayar
Terletak di Pebukitan Pulau Selayar Dusun Taubat (Desa Sungairujing), makam ini juga belum terkuak siapakah namanya, tapi dari orang-oarng yang menelusuri keberadaan makam ini, menyimpulkan jika makam tersebut adalah orang yang tergolong ‘alim dan sholeh, yang akhir hidupnya menyepi dan meninggal di situ.

2. Untuk Wilayah Kecamatan Tambak

a. Waliyah Nyai Zainab
Terletak di Kompleks Masjid Jamik Desa Diponggo, diduga putri Syekh Siti Jenar dan sebagai penyiar Agama Islam perempuan yang pertama di Pulau Bawean, Beliau juga yang membawa bahasa Jawa di masyarakat di Desa Diponggo, yang tetap eksis menjadi bahasa sehari-hari sampai sekarang.

b. Syekh Yusuf
Terletak di kawasan perbukitan Dusun Betolintang (Desa Telukjati), diantara warga setempat menyakini bahwa beliau adalah salah satu murid kepercayaan dari Sunan Bonang, dan menyiarkan ajaran Islam di Pulau Bawean.

c. KH. Ahmad Asnawi
Terletak di kompleks Pondok Pesantren Putri “Nurul Ikhlas” Dusun Gelam (Desa Gelam), beliau dikenal sebagai panglima Laskar Hizbullah dalam mempertahankan kemerdekaan di Pulau Bawean, dan beliau juga sebagai Ketua Pengurus Cabang NU di Pulau Bawean yang pertama.

d. Makam Keramat Tambak
Terletak di tepi pantai pemakaman Keramat Dusun Tambak Timur (Desa Tambak), belum diketahui identitasnya, tapi sudah diduga sebagai makam salah satu waliullah yang berjuang menyiarkan Islam di Pulau Bawean.

Para leluhur Bawean terdahulu tidaklah beralasan jika rajin berziarah ke makam-makam keramat tersebut, bahkan sudah mentradisi dan diwariskan turun temurun. Hampir setiap hari kamis ba’dha ashar, menjelang bulan Ramadhan dan hari Raya Idul Fitri ataupun hari raya Idul Adha banyak masyarakat yang melakukan tradisi ziarah. Di antara manfaat ziarah kubur yang disampaikan secara tersirat antara lain :

Pertama, ziarah akan menjadikan seseorang meresapi hakekat kematian, sehingga semasa hidupnya akan selalu ingat kepada Allah dan tidak akan menjalankan maksiat serta berprilaku sombong di muka bumi, karena pada akhirnya manusia itu tidak berdaya setelah menghadapi kematian.

Kedua, sebagai pelajaran sejarah, yaitu meneladani apa yang telah dilakukan ahli kubur dalam menjalankan ibadah kepada Allah selama hidupnya, dan keikhlasannya dalam berjuang menyebarkan ajaran Islam di tengah-tengah masyarakat dengan watak dan perilaku yang beragam, tugas manusia di muka bumi adalah menegakkan kebenaran. 

Ketiga, do’a di sekitar makam orang-orang saleh atau wali itu memiliki nilai mustajabah atau mudah dikabulkan oleh Allah. Praktek do’a di makam para wali ini pernah dilakukan oleh Syekh Abdulqadir Zaelani, Syekh Jalaluddin Rumi, dan para sufi di masa lampau. Ruh para waliullah sesungguhnya diberi keistimewaan oleh Allah sehingga bisa pergi kemana-mana, termasuk berwujud manusia sempurna pada suatu waktu. 

Keempat, memberikan ketenangan hati ketika berada di makam para wali saat berzikir. Sudah ribuan orang merasakan ada ketentraman hati saat berzikir di sekitar makam waliullah. Oleh karena itu, banyak orang yang hampir tiap tahun selalu berziarah ke makam waliullah untuk menenteramkan hati.

Kelima, membangkitkan semangat untuk semakin meningkatkan ketakwaan kepada Allah. Cukup banyak orang yang hidupnya penuh dengan perbuatan maksiat, namun setelah sering berziarah di makam, perilakunya berubah dan menjadi orang yang baik.

Keenam, untuk masa sekarang, manfaat ziarah ke makam waliullah, pertama untuk latihan sebelum keberangkatan ziarah ke tanah suci Makkah dan Madinah, sehingga nantinya ketika menunaikan ibadah haji atau umrah bisa khusuk dan khidmat.

Ketujuh, meningkatkan spiritual, sehingga tidak akan mengalami kekeringan rohani dalam menjalani kehidupan yang semakin kompleks, kemudian memotivasi perjuangan hidup untuk menatap masa depan yang optimisme.

Konsep ziarah hendaknya tidak dijadikan simbol-simbol yang penuh dengan kemistisan, tapi dibutuhkan pemahaman yang lebih utuh bahwa peninggalan sejarah adalah bagian dari budaya, dan nilai falsafahnya dapat dijadikan arahan untuk menjalankan kehidupan di jalan yang benar, agar tidak menimbulkan pemahaman yang masih rancu di kalangan masyarakat yang akan menimbulkan kesalahpahaman berikutnya untuk generasi yang akan datang. Namun pada kenyataannnya, amanah ini hanya diartikan secara harfiah oleh sebagian masyarakat. Misalnya peninggalan sejarah dianggap sebagai benda yang sangat keramat dan dipuja-puji secara berlebihan, sehingga terkesan meninggalkan esensi nilai ilahiah yang seharusnya lebih diagungkan. 

Banyaknya makam keramat di Pulau Bawean yang sudah diabadikan, yang dapat dikembangkan dan sangat potensi untuk digali menjadi objek-objek wisata ziarah, perlu untuk dikelola secara optimal dengan melibatkan partisipasi masyarakat sekitar tempat wisata ziarah, dan ke depan berpotensi dapat membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat. Sudah harus menjadi renungan seluruh masyarakat Bawean bahwa peninggalan leluhur Bawean harus dipelihara dengan baik agar bernilai guna yang dapat dirasakan keberadaannya untuk generasi ke depan. Konsep keberlanjutan harus diperhatikan yakni dengan memperhatikan nilai manfaat yang dirasakan oleh masyarakat dari semua segi, ekonomi, sosial, maupun budaya. Masyarakat setempat hendaknya menjadi titik sentral perhatian dalam proses perkembangan wisata ziarah sehingga mereka dapat memberikan kontribusi yang positif. Selain itu diharapkan keberadaan masyarakat akan memberikan mutualism impact (dampak yang saling menguntungkan) dengan para pengunjung sebagai penikmat wisata ziarah di Pulau Bawean.

Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (UPT Budpar) Bawean sudah harus melakukan gerakan pengembangan wisata yang lebih proaktif, misal bekerja sama dengan pengurus organisasai kemasyarakatan-keagamaan, seperti PC NU Bawean tentang ‘Pengembangan dan Pelestarian Wisata Ziarah’. Kegiatan dalam perjanjian kerjasama itu dapat berupa; memberikan pelatihan wisata ziarah dalam rangka meningkatkan pemahaman, pengetahuan, dan keterampilan pengelolaan wisata ziarah di lingkungan masyarakat Bawean di mana tempat wisata ziarah itu berada; menginventarisasi dan menyebarluaskan informasi tentang keunikan, keragaman, keindahan dan sejarah tempat wisata ziarah. Dengan adanya kerjasama tersebut, maka masyarakat Bawean akan dapat menata potensi wisata ziarah yang ada dengan cara mengoptimalkan pengelolaan potensi wisata ziarah, sehingga dapat membantu pengembangan salah satu destinasi pariwisata di Pulau Bawean. 

Kurangnya kesadaran masyarakat tentu saja bisa menjadi hal yang fatal karena kelestarian akan budaya itu lama kelamaan akan hilang tergeser dengan seiringnya waktu, dan sekarang adalah saatnya bagaimana cara masyarakat Bawean mempertahankan, melestarikan, menjaga, serta mewarisi budaya lokal dengan sebaik-baiknya agar dapat memperkokoh budaya bangsa yang akan megharumkan nama Bawean. Peranan masyarakat dalam melsetarikan budaya lokal sangat dibutuhkan dan sangat penting bagi keberadaan budaya khas yang dapat menjadi ciri khas budaya Bawean. Peran masyarakat tak hanya berupa peran pasif atau lebih menunggu adanya himbauan atau perintah dari pemerintah, tetapi juga peran yang aktif seperti selalu melestarikan acara adat istiadat yang baik, ataupun mengembangkan budaya Bawean dalam rangka melestarikan budaya asli yang menjadi ciri khas Bawean dan membedakannya dengan daerah lain.

Pelestarian adalah upaya pengelolaan perubahan secara selektif melalui kegiatan perlindungan, pemeliharaan, pemanfaatan dan atau pengembangan objek kegiatan untuk menjaga kesinambungan, keserasian dan daya dukungnya dalam menjawab dinamika jaman, kualitas hidup yang lebih baik serta menciptakan kegiatan baru untuk masa datang. Pelestarian peninggalan sejarah sering dipahami secara defensif, yaitu upaya mempertahankan dan mengawetkan, dan tidak membuka peluang bagi perubahan. Seiring dengan perkembangan waktu, konsep konservasi jauh lebih berkembang. Pelestarian bukanlah sikap antikuarianisme yang memandang masa lalu dalam tinjauan romantisme. Pelestarian mencakup pula di dalamnya transformasi dan revitalisasi. Penataan budaya yang pernah ada dan akan dikembangkan harus mengacu kepada konsep “melestarikan tradisi dengan cara yang tradisional”.

Pelibatan peran serta masyarakat dalam program pelestarian warisan sangat penting. Masyarakat harus menjadi pusat pengelolaan perubahan. Prinsip-prinsip proses pelestarian yang harus diperhatikan, yaitu kolaborasi antar disiplin ilmu maupun sektor, mekanisme kelembagaan yang mampu mengakomodasi apresiasi dan aksi masyarakat, dukungan dan penegakan aspek legal serta pasar pelestarian yang menunjang kesinambungan pengelolaan. Sebagai langkah awal pelestarian diperlukan suatu “bank data” yang lengkap. Oleh karena itu, inventarisasi atau pendataan yang bersifat menyeluruh terhadap peninggalan sejarah harus dilakukan. Barulah setelah itu dilakukan penelitian dan studi lainnya. Dari sekain makam keramat yang ada, hanyalah makam Waliullah Nyai Zaenab yang sudah bagus penataannya, lengkap dengan bank data historis-arkeologisnya di dukung letaknya yang berada dalam kompleks Masjid Utama Desa Diponggo. Seharusnya hal serupa dilakukan oleh Pengurus Takmir Masjid Jamik Sangkapura dalam melestarikan makam Syekh Maulana Umar Mas’ud, penataan pusaran makam sudah harus dilengkapi bank data historis-arkeologisnya, karena sudah ada semua, kenapa harus diabadikan di tiga rumah tokoh tertentu, alangkah indahnya jika disentralkan di Kompleks Masjid Jami’ Sangkapura.

Peninggalan sejarah mengajak kita untuk menghindarkan diri dari pemitosan yang tidak produktif. Wahana untuk menimba pengetahuan bagaimana dunia kehidupan (lebenwelt) berkembang dari waktu ke waktu. Oleh karena itu tidak dapat dilihat dari aspek fisiknya saja, melainkan harus dipahami pula simbol-simbolnya. Peninggalan sejarah bukan saja “fakta benda”, tetapi juga di dalamnya terdapat “fakta sosial” dan “fakta mental”. Sebagai produk dari kebudayaan, di dalamnya terekam nilai-nilai yang akan diperjuangkan. Peninggalan sejarah tidak lain adalah ingatan kolektif tentang perjalanan sejarah suatu komunitas. Dalam fase-fase perjalanan bangsa itulah terjadi serangkaian peristiwa yang jejaknya dapat kita lacak hingga generasi kita sekarang. Peninggalan sejarah merupakan warisan yang amat berharga. Namun, warisan tersebut harus diperjuangkan keberadaannya agar tidak tersia-siakan oleh perilaku vandalisme. Dengan membuka hati dan pikiran, siapapun akan mendapat pengalaman estetik ketika memandang keindahan peninggalan sejarah. Pengalaman itu pula yang diharapkan menumbuhkan kesadaran sejarah. Kesadaran untuk mencintai dan melestarikan peninggalan sejarah.

Bawean potensi dengan SDM yang mumpuni untuk melengkapi bank data historis-arkeologis pada makam-makam keramat yang ada di Pulau Bawean, karena tidak sedikit SDM yang jebolan bidang antropologi, arkeologi dan tenaga pendidik bidang studi sejarah. Dinas Budpar Bawean seharusnya merangkul mereka untuk melakukan koordinasi dan kerjasama agar meneliti kemudian menulis dalam rangka melengkapi bank data historis-arkeologis keberadaan makam-makam keramat tersebut. Jika perlu membuat buku panduan yang berisi diskripsi biografi, sejarah perjuangan dan bukti fisik peninggalannya. Harus ada sejarah yang seragam dalam menceritakannya atau setidaknya ada pemetaan sejarah berbagai ragam versi dalam kesatuan informasi, tidak bersebaran informasi berdasarkan ‘katanya’. Jika mampu melakukan dalam melengkapi bank data historis-arkeologis dan penataan tata letak yang bagus, dengan membangun infrasturktur yang arsetiktur asri dan nyaman terhadap keberadaan makam-makam keramat tersebut, maka barulah Bawean pantas dikatakan punya potensi wisata ziarah yang mumpuni. Bawean memang pantas jika disebut miniatur kawasan nusantara, karena ada potensi wisata ziarah yang dapat menggambarkan peradaban penyebaran agama islam yang serius di Pulau Bawean ini. Ayolah para pendidik sejarah, jadilah sejarahwan sejati, mari sisihkan waktunya untuk mengukir prestasi dalam kreasi meneliti dan menulis kebereadaan makam-makam keramat yang ada di Pulau Bawean untuk membantu merealisasikan percepatan pengembangan potensi wisata ziarah di Pulau Bawean khususnya dalam menggali potensi destinasi wisata religi di Pulau Bawean tercinta.

No comments:

Post a Comment