Jun 3, 2011

Lapter Bawean Ditarget Selesai 2012










Gresik - Tim Panitia Pengadaan Tanah (P2T) kembali mendapat kendala dalam pembebasan lahan Lapangan Terbang (Lapter) Bawean di Desa Tanjungori Kecamatan Tambak Kabupaten Gresik. Mereka harus meng-update data tanaman yang akan diganti-rugi, karena data yang ada saat ini adalah data lama yang diambil enam tahun lalu. Selain itu, tim dari P2T harus mengukur ulang sebagian lahan karena telah berganti kepemilikan. "Pembebasan lahan belum tuntas, karena saat ini kami tengah memperbaharui data tanaman yang akan mendapatkan ganti rugi. Sebab data yang kami pegang saat ini adalah data lama yang di ambil tahun 2005 lalu," kata Tursilowanto Hariogi, Kepala Bagian (kabag) Administrasi Pemerintahan Pemkab Gresik, saat berada di Bawean, Selasa (17/5). P2T kini diburu waktu, sebab lanjut Tursilowanto, Dinas Perhubungan (Dishub) Provinsi Jawa Timur telah mengirimkan surat pemberitahuan akan segera mengerjakan konstruksi lapter. "Karena itu, pembebasan lahan tahap pertama seluas 3,2 hektare termasuk ganti rugi tanaman harus tuntas 30 Mei ini," tandasnya seraya nengatakan dirinya tidak akan beranjak dari Bawean jika pembebasan ini belum tuntas. Selain itu, Tursilowanto juga mengaku mendapat surat dari Kemas Adil dan Kemas Syamsuddin, penggarap beberapa bidang tanah milik negara yang saat ini terkena rencana pembangunan lapter. Mulai tahun 1933, keluarga Kemas tersebut menanami tanah tersebut tanaman kelapa. "Siapapun yang menanam, akan panen. Ini menyangkut hukum adat. Sesuai surat yang dikirim oleh keluarga Kemas, ada dua permintaan, yaitu ganti rugi tanaman dan kompensasi penggarapan lahan. Surat ini akan kami sampaikan ke Bupati Gresik, karena hal ini tidak masuk dalam anggaran yang di siapkan," ujar Tursilowanto yang juga sekretaris P2T tersebut. Lebih lanjut dijelaskan, pihaknya belum bisa menuntaskan pembebasan lahan karena satu bidang tanah yang luasnya sekitar 2 hektare berubah kepemilikannya. "Tanah ini, tanah warisan. Pada saat pengukuran pada 2005 satu bidang tanah ini masih dimiliki satu orang dan sekarang pemilik atau ahli warisnya jadi dua orang. Kami akan mengukur ulang," jelasnya. Sebelumnya, sisa lahan yang belum di bebaskan sekitar 9,5 hektare (ha) untuk penambahan runway menjadi 1.200 meter. Tahap pertama, pemkab membebaskan lahan seluas 3,2 hektare. Pastinya, terang Tursilowanto, sekitar 27 pemilik lahan yang sudah bertahun-tahun menolak lantaran tidak cocok dengan harga yang ditawarkan sudah menerima uang muka pembayaran. Pemilik lahan sepakat dengan harga Rp 60 ribu per meter persegi. Jadi sekarang tersisa lahan 6,3 ha yang harus di bebaskan oleh Pemkab Gresik, sisa lahan yang belum dibebaskan ini rencananya untuk tambahan runway sepanjang 250 meter. "Insya Allah, tahun 2012 pembebasan lahan akan kami selesaikan dan lapter di Bawean sudah siap pakai diakhir tahun 2012 nanti. Ini bisa terealisasi karena dari pemilik lahan yang terkena rencana pembebasan sudah tidak ada kesulitan lagi," jelasnya. Sekadar informasi, ganti rugi tanaman untuk lahan lapter sempat menjadi perkara hukum dan menjebloskan lima pejabat pemkab ke dalam penjara. Mereka terbukti menggelembungkan anggaran untuk pembebasan lahan. Kasus tersebut ditangani Polres Gresik tahun 2007. Dan saat ini empat terpidana sudah bebas dari tahanan.sep (Surabaya Post)


Gresik - Lapangan terbang (lapter) Bawean di Desa Tanjungori Kecamatan Tambak Kabupaten Gresik diperkirakan sudah siap pakai pada 2012. Saat ini proses yang tersisa adalah pembangunan runway pesawat.

"Pembangunan konstruksi sudah di mulai lagi. Saat ini tinggal merampungkan pembangunan runway atau landasan pesawat saja. Untuk sarana penunjangnya, semua sudah selesai, kemungkinan tahun depan sudah bisa dipakai. Hal ini juga pernah ditegaskan oleh Sekda (Sekretaris Daerah) Kabupaten Gresik beberapa waktu lalu," kata Tugas Husni Syarwanto, Kepala Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kabupaten Gresik, Rabu (9/3).

Pemerintah Kabupaten Gresik , tambah dia, hanya bertanggungjawab untuk pembebasan lahan saja. Sedang semua konstruksinya dikerjakan dengan menggunakan dana APBN dan APBD Provinsi. "Anggaran konstruksinya dialokasikan dari anggaran provinsi dan pusat, tapi mohon maaf saya tidak mengetahui pasti jumlahnya. Kita hanya menfasilitasi untuk pembebasan lahannya saja," ungkap Tugas Husni.

Sebelumnya, sisa lahan yang belum dibebaskan sekitar 9,5 hektare (ha) untuk penambahan runway menjadi 1.200 meter. Dan awal tahun lalu, pemkab berhasil melakukan pembebasan lahan tahap pertama seluas 3,2 ha. Saat ini pemilik lahan yang sudah bertahun-tahun menolak lantaran tidak cocok dengan harga yang ditawarkan sudah menerima uang muka pembayaran. Pemilik lahan menerima harga Rp 60 ribu per meter persegi.

Jadi saat ini tersisa lahan 6,3 ha yang harus dibebaskan oleh Pemkab Gresik. Sisa lahan yang belum dibebaskan ini rencananya untuk tambahan runway sepanjang 250 meter. "Insya Allah, tahun 2012 pembebasan lahan akan kami selesaikan dan lapter di Bawean sudah siap pakai. Ini lantaran pemilik lahan yang terkena rencana pembebasan sudah sepakat," jelas Tugas Husni.

Koordinator Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Gerbang Bawean, Abdul Basith menilai pembangunan lapter di Bawean sudah sangat dibutuhkan oleh masyarakat setempat. Sebab, hampir setiap bulan penyeberangan laut yang merupakan satu-satunya transportasi menuju Bawean terkendala oleh gelombang tinggi.

Apalagi, lanjut dia, sebagian besar warga Bawean menjadi tenaga kerja Indonesia (TKI) di Malaysia dan Singapura. "Selama ini mereka jarang pulang karena tidak ada kepastian dari keberangkatan kapal penyeberangan Gresik-Bawean. Mereka takut ketika sampai di Gresik ternyata tidak bisa menyeberang karena cuaca mendadak buruk," tandasnya.

Berdasarkan data organisasi kerukunan Persatuan Malaysia-Bawean (PM), jumlah warga Bawean yang menjadi TKI di Malaysia sebanyak 127 ribu orang. Karenanya Basith yakin lapter Bawean akan lebih berpotensi dibandingkan lapter di daerah lain di Jawa Timur, seperti Banyuwangi atau Jember. "Lapter Bawean akan menjadi transportasi utama selain transportasi laut. Menuju Bawean itu tidak ada transportasi darat seperti daerah pemilik lapter di Jatim lainnya. Apalagi banyak sekali warganya yang bekerja menjadi TKI, itulah kenapa saya yakin lapter Bawean paling potensial," ujarnya.

Sayangnya, pembangunan sarana moda transportasi ini tidak diiringi dengan pembangunan infrastruktur jalan. Berdasarkan pantauan Surabaya Post, Jalan Lingkar Bawean (JLB) yang merupakan nadi penghubung antar daerah di Bawean, termasuk ke lapter di Desa Tanjungori rusak parah. Untuk menempuh perjalanan 25 kilometer dari Kecamatan Sangkapura ke Kecamatan Tambak atau sebaliknya membutuhkan waktu sekitar 1,5 jam. Belum lagi jika menggunakan kendaraan roda empat, akan lebih lama lagi.

Kerusakan jalan terbesar di wilayah Pemkab Gresik ada di Bawean, tahun ini pemkab hanya menganggarkan Rp 6 miliar untuk perbaikan dan pemeliharaan jalan di Bawean. Berdasarkan data Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Pekerjaan Umum (PU) di Bawean, jalan lingkar Bawean (JLB) ruas Sangkapura hingga Tambak atau lingkar Barat sepanjang 25 kilometer, rusak berat sepanjang 6.610 meter, rusak sedang 11.190 meter, dan yang kondisinya baik hanya sepanjang 7.200 meter.

JLB ruas Tambak -Diponggo sepanjang 8.000 meter, rusak berat 2.000 meter, rusak sedang 1.100 meter, dan kondisi baik 4.900 meter. Ruas jalan Sangkapura hingga Diponggo sepanjang 21.000 meter mengalami rusak berat 4.050 meter, rusak sedang 5.400 meter, dan kondisi baik 11.550 meter. Totalnya, JLB panjangnya 54 kilometer. Rusak berat 12.660 atau 23,4 persen, rusak sedang 17.690 meter atau 32,76 persen, kondisi baik hanya 23.650 meter. sep (SURABAYA POST)



Gresik (beritajatim.com) - Kendati sempat terhenti akibat masalah pembebasan lahan. Pembangunan proyek lapangan terbang (lapter) di Pulau Bawean Gresik, Jawa Timur ditarget selesai pada tahun 2012.

"Bulan ini pembangunan lapter di Pulau Bawean akan segera dimulai lagi dan pada akhir 2012 bakal beroperasi," kata Bupati Gresik, Sambari Halim Radianto, Kamis (02/06/2011).

Sebelumnya, pembangunan lapter di Bawean tepatnya di Desa Tanjung Ori, Kecamatan Tambak sempat terhenti. Bahkan, semua peralatan alat berat mangkrak dan menjadi penghalang akses pintu masuk menuju lapter.

"Terhentinya proyek pembangunan lapter akibat terkendala pembebasan lahan seluas 3,2 hektar untuk landasan pacu," tutur Sambari Halim Radianto.

Ditambahkan Sambari Halim Radianto, saat ini masalah pembebasan lahan sudah selesai karena warga setuju dengan harga per meternya Rp 60 ribu.

"Karena masalah lahan selesai maka pembangunan proyek lapter dimulai lagi termasuk penambahan landasan serta fasilitas pendukung lainnya," tambahnya.

Diakui Sambari Halim Radianto, jika proyek pembangunan lapter Bawean selesai sesuai rencana maka transpotasi yang semula hanya dijangkau dengan kapal motor penumpang (KMP). Maka, warga Bawean bisa memanfaatkan akses keluar dengan moda transportasi udara. [dny/but]


No comments:

Post a Comment